Kamis, 02 Januari 2014

sedikit tentang babat demak

Cerita babad Demak ini dimulai setelah Prabu Brawijaya menghilang di hutan Parangerit beserta patihnya yaitu Patih Banteng. Setelah itu Raden Angka Wijaya dinobatkan sebagai raja sebagai pengganti ayahnya dan memakai nama yang sama seperti ayahnya, yaitu Prabu Brawijaya. Sedangkan Raden Gajah diangkat menjadi Patih sebagai pegganti ayahnya menjadi patih dengan nama Patih Gajahmada yang membuat Majapahit semakin maju.
Prabu Brawijaya menikah dengan putri Cempa, yang mendapat gelar Ratu Darawati. Mereka kedatangan tamu dari Arab yang bernama Ibrahim dengan tujuan akan mengislamkan seluruh Jawa, yang kemudian berganti nama Syeh Wali Lanang yang kemudian menikah dengan adik Ratu Darawati. Prabu Brawijaya juga menikah dengan Rara Endang yang semula adalah seorang raksasa, mereka memiliki anak bernama Raden Dilah. Prabu Brawijaya berkeinginan memeanfaatkan kesaktian Jaka Dilah untuk memperkuat negara Majapahit. Jaka Dilah kemudian diangkat menjadi adipati di Negara Palembang dengan nama adipati Arya Damar. Dia menikah dengan putri Cina (istri dari Prabu Brawijaya, yang sedang hamil) yang diberi oleh prabu Brawijaya dengan perantara patih Gajah Mada. Maulana Ibrahim yang menikah dengan putri Cempa mempunyai dua anak laki-laki yang bernama Raden Rahmat dan Raden Alip. Keduanya pergi ke Majapahit menempuh jalur laut. Sesampainya di Majapahit mereka disambut baik oleh Prabu Brawijaya dan bibinya yaitu Ratu Darawati. Di sana mereka juga menyebarkan Agama Islam.
Raden Rahmat menikah dengan Dyah Manila. Dia ditempatkan di Ampelgading dengan nama sunan Ampel. Raden Alip menikah dengan putri prabu Brawijaya. Dia ditempatkan di Gresik banyak orang Majapahit yang sudah memeluk Islam.
Manyanasekar putri dari prabu Dayaningrat yang bersuamikan seekor buaya putih. Mereka mempunyai anak yang bernama Jaka Sengara. Jaka Sengara mengabdikan diri kepada raja Majapahit dia kemudian diangkat menjadi adipati Pengging dengan nama Dayaningrat dan menikah dengan putri prabu Brawijaya Dyah Mandayaresmi.
Syeh Maulana Magribi dan Rasawulan memiliki anak yang kemudian dirawat oleh seorang janda di desa Tarub. Anak itu kemudian terkenal dengan nama Jaka Tarub. Kemudian menikah dengan seorang Bidadari bernama Nawangwulan. Mereka mempunyai anak bernama Nawangsih.
Prabu Brawijaya mengutus Bondangejawan ke Tarub untuk berguru kepada Ki Ageng Tarub (Jaka Tarub). Nama Bondangejawan diganti dengan nama Lampupeteng. Kemudian Bondangejawan menikah dengan Nawangsih, putri Ki Ageng Tarub. Sementara itu. Adipati Arya Damar yang dahulu menerima istri pemberian prabu Brawijaya, hidup di Palembang. Mereka memiliki putra yaitu Raden Patah (yang sebenarnya anak dari Prabu Brawijaya) dan Raden Timbal.
Raden Patah dan Raden Timbal berangkat berlayar menuju Majapahit. Dan singgah di Cirebon, tempat pangeran Modang. Dalam perjalanan Raden Patah bertemu dengan Warapala. Raden Timbal dengan keduapuluh temanya pergi ke Majapahit sedangakan Raden Patah dan Warapal pergi ke Ampel Gading. Raden Patah diambil sebagai menantu Sunan Ampel. Atas petunjuk Sunan Ampel, Raden Patah dan istrinya  pergi ke hutan bintara untuk membabat hutan. Pembabatan hutan tersebut akhirnya disetujui oleh prabu Brawijaya atas penjelasan dari Raden Usen (Raden Timbal). Nama Raden Patah diganti dengan Adipati Natapraja.
Syeh Melaya yang merupakan murid dari sunan Bonang melakukan perjalanan keliling dunia. Dia diberi gelar sunan Kalijaga. Dengan kekuatan ghaib, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga sebentar sampai Mekah langsung menuju Demak. Mereka disambut baik oleh Adipati Natapraja. Atas anjuran sunan Giri kepada Adipati Natapraja yang juga disepakati oleh para Wali, maka di bangunlah di Demak sebuah masjid besar seperti masjid Mekah. Baik Adipati Natapraja maupun para Wali ikut mengumpulkan bahan-bahan bangunanya, mereka pergi ke hutan mencari kayu.
Rasawulan merupakan adik dari Sunan Kalijaga dinikahkan dengan Jaka Supa. Dengan hadirnya Sunan Kalijaga di Tuban, seluruh rakyat Tuban memeluk Islam. Sunan Kalijaga menolak perintah ayahnya untuk memerintah di Tuban. Dan mengusulkan adik iparnya yaitu Supa yang seorang ahli membuat keris.
Sunan Kalijaga pergi ke Demak. Dari sana Sunan Kalijaga, Sunan Giri, Adipati Natapraja, sunan Ampel, sunan Gunung Jati, Pangeran Siti Jenar dan sunan Bonang membuat sebuah Masjid. Berdirinya masjid di Demak ditandai dengan angka tahun 1399 (Lawang trus gunaning jalma).
Supa dan istrinya melakukan perjalanan ke Majapahit, di Majapahit ternyata sedang terjadi wabah penyakit yang disebabkan oleh sebuah keris pusaka Majapahit yang bernama Kiai Condongcampur. Tapi akhirnya bisa diatasi. Kurang dari setahun Majapahit jatuh sebab pusaka kerajaan telah berpindah ke Tuban, yaitu berupa keris yang bernama Kiai Sengkelat. Namun ternyata keris itu telah hilang.
Adipati Siyunglaut meminta Pitrang untuk membuat keris yang sama dengan Kiai Sengkelat, dan didukung oleh Adipati Caluring. Atas keberhasilan Pitrang dalam membuat keris, Adipati Siyunglaut mengangkatnya sebagai pangeran di Sendang Sedayu dengan gelar pangeran Sendang dan menikahkanya dengan putrid Adipati Siyunglaut sendiri.
Adipati Natapraja pergi ke Majapahit dan meminta supaya Prabu Brawijaya dan seluruh orang Majapahit untuk melaksanakan syariat Islam. Prabu Brawijaya tidak melarang siapapun yang akan memeluk Islam, tetapi dia sendiri tidak akan berganti agama. Prabu Brawijaya adalah pemeluk Budha.
Prabu Brawijaya memerintahkan Raden Anom (putra dari Supa) untuk membuat keris, keris tersebut di beri nama Magasastra atau Segara Wedang. Selain keris Nagasastra juga ada keris Kiai Senkelat. Sunan Kalijaga menyerahkan Kiai Sengkelat kepada Adipati Natapraja. Jika Kiai Sengkelat kerasan tinggal di tempat Adipati Natapraja selama satu tahun berarti Adipati Natapraja akan menjadi raja dan menguasai seluruh pulau Jawa.
Menurut Ywang Mahadewa, Prabu Brawijaya adalah raja Budha yang terakhir yang menggantikanya adalah raja Islam, yang akan menguasai pulau Jawa yaitu anaknya sendiri. Sepeniggal kedua orang patihnya (Gajahmada dan patih Wahan), Majapahit mengalami kemunduran karena terjadi bencana gunung meletus, sekitar tahun 1400. Prabu Brawijaya meminta bantuan kepada Jakasura anak dari pangeran Sendang, maka dari itu selain mempunyai keris Kiai Mangkurat buatan Jakasura. Kemudian Jakasura dinikahkan dengan Rasa Sekar dan diserahi daerah Jenu.
Prabu Brawijaya berniat menyerang Adipati Natapraja karena putranya itu menolak panggilanya dan menginginginkan Brawijaya memeluk agama Islam, Adipati Natapraja dibantu oleh para Sunan. Pada perlawanan tersebut Senopati dari kubu Adipati Natapraja yaitu Sunan Ngudung tewas, kemudian digantikan oleh putra Sunan Ngudung atau pangeran Kudus. Sedangkan dari kubu Brawijaya dipimpin oleh Adipati Pecattanda yang pada akhirnya memihak demak. Peperangan antara Majapahit melawan Demak Bintara awalnya dimenangkan oleh prajurit Majapahit tetapi pada akhirnya kekenangan jatuh ke tangan prajurit Bintara. Setelah Majapahit ditaklukkan oleh Sultan Bintara, Prabu Brawijaya menghilang bersama istananya.
Sementara itu Adipati Natapraja atau Sultan Bintara (gelar yang diberikan oleh Sunan Kalijaga pada tahun 1401) meminta Tohjiwo dan Tumenggung Artadaya beserta prajuritnya pergi mengambil dua keris Kiai Sengkelat milik Adipati Siyunglaut untuk menghadapi Adipati Blambangan. Tapi di tengah perjalanan mereka bertemu dengan bala tentara Blambangan sehingga terjadi perang yang menewaskan Tumenggung Toh joyo dan Tumenggung Artadaya.Setelah terbukti bahwa Adipati Siyunglaut berani melawan Sultan Bintara, maka Sultan Bintarapun selanjutnya menyuruh Adipati Pecattand supaya menaklukkanya Setelah berpamitan, ia dan para Adipati lainya berangkat ke Blambangan. Setelah sampai dalam pura Blambangan mereka tidak mendapat perlawanan karena di sana terjadi konflik antara Raja Siyunglaut dan patih Caluring yang kemudian saling tikam sehingga keduanya tewas. Adipati Pecattanda kembali ke Demak dengan membawa barang rampasan dan dua buah keris kembar yang serupa dengan Kiai Sengkelat serta menaklukkan Blambangan.
Putri Adipati Pecattanda oleh Sultan Bintara dinikahkan dengan pangeran Kudus yang kemudian bergelar sunan Kudus. Pangeran Kudus sebelumnya telah menikah dengan Ratu Darawati, janda dari Prabu Brawijaya. Sultan Bintara ditetapkan menjadi raja dan di beri gelar Senopati Jimbun Panembahan Palembang. Putranya Ki Wanapada diangkat menjadi Patih dengan gelar Patih Mangkurat. Iman Semantri di beri hak atas daerah Tarub dan Sela.
Sunan Kalijaga memiliki putra bernama Raden Mas Adi yang kemudian di beri nama pangeran Hadikesuma oleh Sunan Bonang. Sunan Bonang mempertemukan Sunan Kalijaga dengan putranya, di malam itu Sunan Bonang menggelar pertunjukan wayang semalam suntuk dengan lakon “Mintaraga”. Setelah pertunjukan tersebut Sunan Bonang terlibat pembicaraan dengan Sunan Kalijaga, dia menceritakan tentang makna dari pertunjukan wayang tersebut. Menurutnya nanti pada akhirnya akan banyak orang mukmin dan pendeta yang berhati jahat, sedangakan orang-orang besar akan mengumbar hawa nafsunya.
Menantu Prabu Brawijaya di Pengging, Adipati Dayaningrat, yang telah meninggal dunia, meninggalkan dua orang anak laki-laki yaitu Kebokanigara dan Kebokenanga. Setelah Majapahit jatuh, Raden Kebokenanga berguru kepada Syeh Sitijenar (yang dinilai sesat tapi bisa di tumpas oleh Syeh Maulana) dan Ki Ageng Tingkir mengenai Islam. Raden Kebokenanga (Ki Ageng Pengging) memerintah Negara Pengging yang banyak dari masyarakatnya memeluk Agama Islam dan menjadikan Negara itu makin berkembang Ki Ageng Pengging mempunyai putra bernama Mas Karebet.
Sultan Bintara tidak senang terhadap Ki Ageng Pengging karena mengangggapnya sebagai penghalang Sultan Bintara menjadi Raja. Maka dari itu Ki Ageng Pengging di panggil ke Demak tetapi ia menolak panggilan dari Sultan Bintara. Hal itu membuat Sultan Bintara marah dengan kembali mengutus Ki Ageng Wanapala untuk menanyakan kehendak Ki Ageng Pengging, Ki Ageng Wanapala mengemukakan dua hal dari Sultan Bintara yang harus di pilih salah satu oleh Ki Ageng Pengging. Kedua pilihan tersebut berlawanan sehingga Ki Ageng Pengging tidak dapat memilih salah satunya tetapi ia mau menerima semuanya dan tetap tidak mau datang menghadap ke Demak. Patih meminta Sultan Bintara supaya tetap sabar dan memberi batasan tiga tahun untuk mengambil tindakan terhadap Ki Ageng Pengging.
Ki Ageng Sela adalah anak dari alm. Ki Ageng Getas Pandawa yang telah diangkat menjadi putra sultan Bintara. Karena sakit hati kepada Sultan Bintara, Ki Ageng Sela menyiapkan prajuritnya untuk menyerang Sultan Bintara. Namun Ki Ageng Sela menderita kekalahan. Hal tersebut membuatnya menjadi prihatin. Ketika bertafakur di tepi telaga Madirda, ia bermimpi di jumpai ayahnya. Di katakan ayahnya bahwa di dalam telaga tersebut terdapat sebuah canang yang dulu bernama Pancajanya. Dan canang itu dapat mendatangkan kebahagiaan. Ki Ageng Sela merampas canang itu dari dalang Bicak, yang dibunuhnya.
Sunan Kalijaga singgah ke Sela dengan tujuan melihat canang yang baru di peroleh Ki Ageng Sela. Menurut Sunan Kalijaga, canag itu kelak akan menjadi tengara perang bagi anak cucu Ki Ageng Sela yang menjadi raja di tanah Jawa. Sunan Kalijaga mengganti nama canang itu dengan nama si Bicak dan menerima keris Kiai Kopek dari Sunan Kalijaga. Setelah Ki Ageng Sela meninggal, desa Sela dipimpin oleh putranya Raden Jaka Enis.
Sampai batas waktu yang ditentukan, Ki Ageng Pengging tetap tidak mau datang ke Demak kemudian Sultan Bintara meminta Sunan Kudus supaya pergi ke Pengging. Ketika itu Ki Ageng Pengging sedang prihatin karena Ki Ageng Tingkir baru saja meninggal. Sunan Kudus menawarkan dua pilihan kepada Ki Ageng Pengging tapi ia tetap tidak dapat memilih atau menolak salah satu diantaranya.
Setelah itu Ki Ageng Pengging meninggal dunia. Berselang tujuh hari kemudian Nyi Ageng Pengging meninggal dunia pula. Mereka di makamkan berdampingan di barat laut rumahnya. Mas Karebet, putra Ki Ageng Pengging, diharapkan dapat menggantikan ayahnya. Mas Karebet diajak ke Tingkir oleh Nyi Ageng Tingkir. Disana ia terkenal dengan nama Jaka Tingkir.
Sekembalinya Sunan Kudus dari Pengging, nama Sultan Bintara sebagai seorang raja makin terkenal. Sultan Bintara mempunyai enam orang putra. Pangeran Sabranglor, putranya yang sulung menggantikan kedudukanya sebagai raja setelah ia meninggal. Akan tetapi, tidak lama kemudian Pangeran Sabranglor meninggal dunia. Kedudukanya digantikan oleh adiknya, yaitu Raden Trenggana yang kemudian bergelar Sultan Demak. Yang menjadi patihnya adalah Patih Wanasalam, putra Patih Mangkurat.
Analisis
Di dalam buku Babad Demak I ini menceritakan mengenai peristiwa yang berhubungan dengan kerajaan Demak, yang di mulai dari kepemimpinan Prabu Brawijaya yang merupakan ayah dari Raden Patah, di Majapahit hingga berakhirnya kepemimpinan Sultan Bintara (Raden Patah) di Demak. Urutan ceritanya disesuaikan dengan urutan naskah aslinya. Naskah aslinya berbentuk tembang macapat sehingga ceritanya seolah-olah meloncat-loncat.
Babad Demak ini mulai di tulis pada hari kamis, tanggal 8 zulkaedah, wuku wugu, windu adi, tahun Alip 1835 atau 1323 Hijrah, dan bertepatan pula dengan tanggal 5 januari 1906 dan selesai di tulis pada hari kamis pon tanggal 11 Zulkaedah tahun Ehe 1836 atau tahun 1324 hijrah atau 27 Desember 1906. penulisan Babad ini atas kehendak Sultan Yogyakarta yang ke tujuh. Pemimipin pelaksanaan penulisan ini adalah Raden Tumenggung Suryadi putra dari KGP Adipati Mangkubumi.
Babad Demak ini tidak hanya memuat mengenai peristiwa sejarah saja namun juga memuat mengenai legenda. Peristiwa sejarah adalah peristiwa yang benar-benar terjadi dan dapat diketahui berdasarkan penelitian Metodologi sejarah serta dapat dibuktikan dengan fakta sejarah dan sumber yang valid. Sedangkan legenda adalah prosa rakyat yang dianggap benar-benar terjadi, yang dialami manusia maupun makhluk-makhluk lain, serta mempunyai sifat yang luar biasa yang kadang di luar akal manusia, tempat terjadinyapun di dunia yang telah kita kenal kini, karena waktu terjadinya belum terlalu lampau.
Beberapa legenda yang termuat dalam Babad Demak ini, contoh ceritanya, antara lain : pada bagian XI, (Sinom), XIV dan XV (Kinanti), XVI (Mijil), pada bagian ini diceritakan mengenai putra dari Syeh Maulana Magribi dan Rasawulan yang dititipkan dan diasuh oleh Nyai Randa Tarub di desa Tarub. Anak itu memiliki banyak keistimewaan dan terkenal dengan nama Jaka Tarub
Suatu hari Jaka Tarub pergi ke hutan dengan membawa sumpitan sangkur. Sampailah ia di sebuah telaga. Di sana ia melihat lima Bidadari kayangan yang sedang mandi, mereka adalah Gagarmayang, Mayangsari, Surendra, Sukarsih dan Nawangwulan. Tujuan sebenarnya Jaka Tarub ke tempat itu adalah mengejar burung namun kemudian ia melihat Bidadari yang sedang mandi di telaga dari balik pohon dia mengambil salah satu pakaian para Bidadari yang menumpuk di tepi telaga. Kebetulan yang diambil adalah pakaian Nawangwulan. Pakaian tersebut di bawa pulang dan di sembunyikan di lumbung. Segera Jaka Tarub kembali ke telaga dan membawa pakaian lain dari rumahnya.
Para Bidadari segera terbang ke angkasa, kecuali Nawangwulan karena pakaianya hilang. Jaka Tarub pun datang menghampirinya dengan maksud memperistri Nawangwulan. Mereka membangun rumah tangga di dalam kerukunan dan kedamaian. Nyai Randa ibu Jaka Tarub menerima baik menantunya itu. Beberapa waktu kemudian Jaka Tarub dan Nawangwulan dikaruniai seorang anak perempuan yang di beri nama Nawangsih.
Pada suatu hari Jaka Tarub melanggar pesan dari istrinya untu tidak membuka tutup kukusan. Maka dari itu beras yang di butuhkan menanak nasi menjadi banyak sekali. Saat akan mengambil beras di lumbung, Nawangwulan menemukan kembali baju Antakesumanya di lumbung itu. Dia pun kembali ke kayangan dan meninggalkan suami dan anaknya yang masih kecil namun setelah tiba di kayangan, para Bidadari menolaknya karena telah menikah dengan manusia. Dia pun tak mungkin pula kembali ke dunia. Sedangkan Nawangsih diasuh baik-baik oleh Jaka Tarub atau yang dikenal dengan nama Ki Ageng Tarub. Nawangsih tumbuh menjadi gadis yang cantik seperti ibunya.
Selain cerita Jaka Tarub diatas. Dalam buku Babad Demak 1 ini, juga terdapat kisah yang termasuk legenda yaitu ketika pembangunan Masjid Demak, Sunan Kalijaga sebuah tiang yang terbuat dari tatal. Sunan kalijaga meletakkan beliungnya muncullah seekor anjing tanah tepat di bawah beliung itu. Leher anjing tanah terpotong karenanya. Ia meminta Sunan Kalijaga untuk menyambung kembali lehernya. Sunan Kalijaga memegang anjing tanah itu kemudian di sambung kembali leher anjing tersebut dan di beri tatal di atas tengkuknya. Anjing tanah itu kembali seperti keadaan semula.
Dari kedua contoh cerita diatas dapat digolongkan sebagai legenda karena peristiwanya sulit di terima dengan akal sehat dan tidak ada bukti sejarah yang menguatkanya. Misalnya cerita Jaka Tarub, keberadaan telaga yang di gunakan untuk mandi para Bidadari belum diketahui kepastianya dan tidak ada bukti yang valid tentang pernikahan Jaka Tarub dan Nawangwulan sedangkan pada cerita tentang Sunan Kalijaga yang tersebut diatas, dapat diketahui dengan pasti keberadaan tiang tersebut di Masjid Demak tetapi akan sulit mempercayai keberhasilanya dalam menyambung kembali leher anjing tanah yang terputus dengan memberi tatal. Di dalam legenda memang banyak di temui kejadian-kejadian luar biasa bersifat mistis dan di luar rasio manusia.
Peristiwa sejarah yang di tulis dalam Babad Demak ini juga cukup banyak tapi bila tidak teliti membacanya akan cukup membingungkan pula, karena didalamnya dipengaruhi oleh unsure legenda. Misalnya, mengenai silsilah raja di tanah jawa. Di sini diceritakan bahwa Raden Patah, raja Demak adalah anak dari Prabu Brawijaya , raja Majapahit. Kesultanan Demak didirikan oleh Raden Patah yang kemudian bergelar Sultan Bintara dengan cara membabat hutan. Dengan di Bantu oleh para Sunan, dia memimpin Demak dan mendirikan Masjid Demak pada tahun 1399.
Cerita tersebut di atas dapat di golongkan dari dalam peristiwa sejarah karena kerajaan Demak benar-benar ada dan Masjid Demak masih berdiri kokoh hingga sekarang. Kebenaran cerita dapat di buktikan dengan fakta sejarah. Selain bukti material berupa bangunan juga terdapat sumber-sumber sejarah yang lain yang mampu menguatkan kebenaranya.
Seperti hitoriografi tradisional lainnya Babad Demak I ini juga bersifat kosentris, menonjolkan kepemimpinan para raja di zamannya ( dalam hal ini Prabu Brawijaya dari Majapahit dan Sultan Bintara dari Demak), banyak kisah-kisah yang bersifat magis dan religius yang melibatkan para Sunan, memfokuskan pada daerah Jawa, urutan critanya yang meloncat-loncat serta tokoh-tokoh yang saling berkaitan. Banyaknya kesamaan nama tokoh dan gelar-gelarnya mendorong pembacanya untuk bias lebih teliti dalam mambaca sehingga dapat mengerti isi ceritanya.
Babad Demak 1 ini, mengisahkan mengenai Demak dan hal-hal lain yang terlibat di dalamnya. Selain itu menceritakan tentang tokoh-tokoh yang terkait baik itu Raja, Adipati, para Sunan dan orang-orang pendukungnya. Di dalam menggambarkan jalan ceritanya penulis tidak hanya menggunakan sumber-sumber dan data sejarah saja tetapi juga menggunakan cerita-cerita legenda yang berkembang dalam masyarakat. Walaupun penerjemahan Babad Demak 1 ini sesuai dengan naskah alinya tapi ada yang di buat tidak sesuai supaya penafsiranya  lebih bisa di pahami oleh pembaca.
By : Memik Zunainingsih
Sastra Sejarah
FSSR / UNS

BABAD DEMAK


Identitas Buku
Judul                : Babad Demak I
Pengarang        : R.T. Suryadi
Alih Aksara      : Slamet Riyadi
Alih Bahasa      : Suwaji
Penerbit            : Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
Tahun               : 1981
Tebal                : 407 halaman
 http://nuraminweb.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar