Proses Produksi Bunyi
Sebelum memaparkan lebih jauh
tentang gangguan bicara, perlu sedikit disinggung mengenai proses produksi
bunyi. Bunyi dihasilkan dari udara pada-paru yang dilewatkan melalui Trachea
dan melewati pita suara pada tenggorokan. Jika otot pita suara tidak
digerakkan, maka udara yang melewatinya langsung menuju pharynx dan
keluar menuju mulut. Namun jika otot pita suara digerakkan, maka udara akan
dihambat dan menghasilkan bunyi bersuara atau bunyi tak bersuara. Udara dari
tenggorokan kemudian dapat dilewatkan melalui hidung (nasal) atau mulut
(oral). Organ bicara yang berfungsi sebagai pembenghasil bunyi disebut
dengan artikulator. Udara yang melewati mulut kemudian dihambat oleh
artikulator atau dilangsung keluar dari mulut. Variasi bunyi yang dihasilkan
dari variasi organ-organ bicara yang terlibat dalam produksi bunyi, yang
meliputi tempat artikulasi (place of articulation), titik artikulasi (point
of articulation), dan cara artikulasi (manners of articulation).
Gangguan berbicara mempengaruhi
bagaiman seseorang berbicara. Orang yang mengalami gangguan berbicara
sebenarnya tahu apa yang akan disampaikannya, namun meraka mengalami kesulitan
dalam meproduksi bunyi yang mengakibatkan komunikasinya terganggu. Dalam studi
tentang gangguan bahasa dan bicara (Speech Language Pathology), secara
umum gangguan berbicara meliputi, gangguan kefasihan, gangguan artikulasi, dan
gangguan suara.
1. Gangguan Kefasihan
Penderita yang mengalami gangguan
kefasihan berbicara (fluency disorder) biasanya mengalami kegagapan,
pengulangan kata-kata, latah, atau memperpanjang bunyi, silaba, atau kata
tertentu. Gangguan kefasihan umum terjadi pada anak-anak, misalnya menambahkan
bunyi ‘oh’, mengganti kalimat (seperti ‘mama pergi – mama ke pasar’),
mengulangi frasa (seperti ‘aku mau, aku mau, aku mau pulang’, atau mengulangi
bunyi (seperti ‘a-a-a- aku mau permen). Seiring bertambahnya usia dan pengetahuannya
tentang bahasa, gangguan kefasihan tersebut bisa hilang. Namun demikian,
gangguan tersebut bisa saja bertahan hingga dewasa yang dapat menghambatnya
dalam interaksi sosial.
Gagap biasanya diderita oleh
anak-anak dan biasanya hilang seiring pertambahan usianya. Namun demikian,
tidak sedikit orang dewasa yang menderita gagap. Orang yang gagap sebenarnya
tahu bahwa tuturan yang dihasilkannya tidak benar, namuin mereka tidak mampu
mengendalikannya ujarannya. Selain gangguan komunikasi, orang yang mengalami
kegagapan juga dapat mengalami gangguan psikologis seperti minder dan enggan
bergaul.
Belum ada yang tahu penyebab yang
pasti mengapa seseorang mengalami kegagapan. Namun, para ilmuan menemukan bahwa
50% penderita gagap memiliki riwayat anggota keluarga yang mengalami kegagapan.
Hal ini menunjukan bahwa gagap merupakan gangguan yang dibawa secara genetis.
Para peneliti tersebut juga menemukan bahwa laki-laki lebih banyak menderita
gagap dari pada perempuan.
Selain gagap, gangguan kefasihan
juga dapat berupa gangguan psikogenik seperti berbicara manja, berbicara
kemayu, dan latah.
2. Gangguan Artikulasi
Artikulasi
bunyi melibatkan organ bicara seperti lidah, gigi, bibir, dan palatal. Ganguan
artikulasi dapat diakibatkan oleh kangker mulut dan tenggorokan, kecelakaan,
bawaan lahir (seperti celah bibir), atau faktor lain yang mengakibatkan
rusaknya organ bicara. Orang yang mengalai gangguan artikulasi biasanya
bermasalah dalam melafalkan bunyi atau melafalkan bunyi dengan keliru.
Perubahan bunyi b menjadi w, seperti pada pelafalan ’wambut’ untuk kata
‘rambut’, penghilangan bunyi, seperti pada pelafalan ‘and’ untuk kata ‘hand’,
salah pengucapan, seperti pada pelafalan ‘tsutsu’ untuk kata ‘susu’. Beberapa
kesalahan artikulasi juga dipengaruhi oleh faktor bahasa ibu dan dialek daerah.
Gangguan artikulasi pada anak-anak
masih dianggap normal, namun seiring perkembangannya, jika gangguan artikulasi
masih terjadi, maka hal tersebut sudah dapat dianggap sebagai sebuah kelainan
atau penyakit. Walaupun gangguan artikulasi pada anak-anak tidak menghambatnya
dalam berkomunikasi, namun pada usia sekolah biasanya mereka menjadi bahan
tertewaan teman-temannya.
Selain faktor rusaknya organ wicara,
faktor neurologis juga dapat mengakibatkan gangguan artikulasi. Dysarthria
adalah gangguan motorik yang diakibatkan oleh lesi pada otak di daerah yang
bertanggung jawab untuk perencanaan, eksekusi, dan pengendalian gerakan otot
yang dibutuhkan untuk berbicara. Dysarthria umumnya ditemukan pada orang
yang pernah mengalaim stroke, tumor, dan penyakit degenerative seperti
Parkinson. Orang yang mengalami Dysarthria biasanya mengalami serak atau
parau, bahkan tidak dapat berbicara sama sekali. Penderita biasanya berbicara
pelan, tidak jelas, dan sulit dimengerti karena kesalahan artikulasi konsonan.
Indikasi lain Dysarthria biasanya penderita berbicara melalui hidung dan
seperti bergumam. Namun demikian, gejalana tergantung pada lokasi dan kadar
kerusakan sistem saraf.
Ganguan saraf lain yang dapat
menimbulkan ganguan bicara adalah Apraxia atau dikenal dengan
motorik-fonetik (Jack dan Robin, 2010), yaitu gangguan yang diakibatkan oleh
kerusakan bagian otak yang berhubungan dengan proses bicara yang mengakibatkan
ketidakmampuan menerjemahkan bentuk gramatikal kedalam susunan fonetik yang
benar.Penderita biasanya mengalami kesulitan, susunan fonetis, irama dan waktu,
atau berbicara sesuatu yang berbeda dari yang dimaksudkannya.
Apraxia pada anak-anak (Developmental
Apraxia of Speech), ditandai dengan keterlambatan bicara. Anak-anak yang
mengalami gangguan ini tidak melewati tahap babbling. Seiring
bertambahnya usia, pada saat dewasa mereka mengalami kesulitan dalam
mengucapkan frasa yang atau kalimat yang panjang. Anak yang mengalami masalah
dengan kemampuan otaknya dalam pengolahan dan penyampaian sinyal yang
dibutuhkan untuk berbicara. Diantara faktor yang menyebabkan keterlambatan
bicara pada anak antara laian, gangguan pedengaran, gangguan pada otot bicara,
keterbatasan kemampuan kognitif, mengalamai gangguan pervasive, dan kurangnya komunikasi
dan interaksi dengan orang tua dan lingkungannya. (Sastra, 2011)
Apraxia pada orang dewasa (Acquire
Apraxia) agak berbeda dengan Apraxia pada anak-anak karena mereka
telah memiliki bahasa. Gangguan pada orang dewasa biasanya ditandai dengan ketidakmampuannya
dalam menyusun kata atau silaba dengan benar. Mereka biasanya sadar akan
kesalahannya dan berusaha mengulangi tuturannya dengan benar, seperti pada
contoh berikut ini
O-o-on . . . on . . . on our
cavation, cavation, cacation . . oh darn . . . vavation, oh, you know, to
Ca-ca-caciporenia . . . no, Lacifacnia, vafacnia to Lacifacnion…. On our
vacation to Vacafornia, no darn it . . . to Ca-caliborneo . . . (Lanier, 2010)
Apraxia pada orang dewasa dapat disebabkan
oleh stroke, tumor, atau penyakit lain yang dapat mempengaruhi otak.
3. Gangguan Suara
Ganguan
suara meliputi gangguan nada, gangguan kualitas bunyi, dan gangguan
kenyaringan. Gangguan suara biasanya dapat berupa kemonotanan nada, parau,
serak, bunyi yang terlalu rendah atau terlalu tinggi, atau kualitas bunyi nasal
seseorang. Gangguan suara dapat diakibatkan oleh, kecelakaan, kerusakan atau
penyakit pada tenggorokan. Kerusakan atau penyakit pada tenggorokan dapat
menyebabkan pita suara tidak bekerja dengan baik sehingga menyebabkan gangguan
suara.
Spasmodic
dysphonia merupakan
gangguan suara disebabkan oleh kejangnya pita suara. Hal tersebut menggangu
aliran udara pada pita suara sehingga menghasilakn buny tersendat, gemetar,
suara merintih. Kejang pada pita suara juga dapat menyebabkan Aphonia
(hilangnya suara), puberphonia (rentang suara yang sangat tinggi) dan dysphonia
(penurunan kualitas suara).
c. Penanganan Gangguan Bicara
Penanganan
gangguan bicara diawali dengan identifikasi pasein (Sastra, 2011) seperti,
riwayat kesehatan, kemampuan berbicara, kemampuan mendengar, kemapuan kognitif,
dan kemampuan berkomunikasi. Kemudian penanganan dilanjutkan dengan diagnosis
gangguan yang dialami pasien. Setelah hasil diagnosis didapat, barulah diterapkan
terapi yang tepat untuk pasien.
1. Terapi Bicara
Terapi bicara biasanya menggunakan
audio atau video dan cermin. Setelah pasien mengetahui gangguan yang
dideritanya, terapis kemudian mengajarkan kemampuan berbicara dengan
menggunakan metode yang sesuai dengan usia pasien. Terapi bicara anak-anak
biasanya menggunakan pendekatan bermain, boneka, bermain peran, memasangkan
gambar atau kartu. Terapi bicara orang dewasa biasanya menggunakan metode
langsung, yaitu melalui latihan dan praktek. Terapi artikulasi pada orang
dewasa berfokus untuk membantu pasien agar dapat memproduksi bunyi dengan
tepat. Terapi ini biasanya meliputi bagaimana menempatkan posisi lidah dengan
tepat, bentuk rahang, dan mengontrol nafas agar dapat memproduksi bunyi dengan
tepat. Untuk gangguan suara, terapi berfokus pada bagaimana menghasilkan bunyi
yang baik dan memperbaikan tingkah laku yang mengakibatkan gangguan vokal.
2. Terapi Oral Motorik
Terapi ini menggunakan latihan yang
tidak melibatkan proses bicara, seperti minum melalui sedotan, menium balon,
atau meniu terompet. Latihan ini bertujuan untuk melatih dan memperkuat otot
yang digunakan untuk berbicara.
3. Terapi Berbasis Komputer
Seiring
perkembangan teknologi, para ahli patologi bahasa dan bicara mengembangkan
berbagai piranti lunak yang dapat membantu dalam proses terapi gangguan bicara,
diantaranya:
TinyEYE merupakan piranti lunak yang
memungkinkan terapi bicara dapat dilakukan dari jarak jauh. Metode yang
digunakan pada piranti ini sama dengan metode yang dipakai pada terapi tatap
muka.
Fast ForWord merupakan piranti lunak yang
dirancang berdasarkan masalah pada proses pendengaran. Piranti ini menggunakan
permainan yang dirancang untuk memperlambat tempo suara sehingga memungkinkan
pengguna untuk membedakan bunyi.
TWIST (Technology with Innovative Speech
Therapy) merupakan piranti lunak yang dikembangkan untuk terapi berbicara bagi
penderita stroke, penderita geger otak, penderita penyakit degeneratif saraf,
dan anak-anak yang mengalami gangguan berbicara.
4. Terapi Intonasi Melodi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar