Selasa, 14 Januari 2014

contoh makalah psikolinguistik

PENGARUH KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP
 PEMEROLEHAN BAHASA DAN PERILAKU
 ANAK USIA 15 TAHUN

Disusun guna untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah psikolinguistik
Dosen  Pengampu : Ibu Prembayun Miji Lestari


Disusun oleh :
Fatikhatul Muniroh
2611412015
Sastra , 2

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


BAB I
PENDAHULUAN

  1. Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang mengalami perkembangan. Mulai dari dia dilahirkan di dunia ini, kemudian melewati masa anak-anak . Setelah masa anak-anak berakhir, menginjak masa remaja. Menurut Carole Wade dan Carol Tavris (2007), masa remaja adalah tahapan perkembangan antara pubertas, usia dimana seseorang memperoleh kemampuan untuk melakukan reproduksi seksual, dan masa dewasa. Pada masa inilah, seorang manuisa yang dikatakan remaja sering membuat masalah dan melakukan kesalahan-kesalahan. Pada tahap inilah, seseorang mencari jati dirinya. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya akan dihindari dan segala sesuatu yang ia senangi akan dia kerjakan walaupun itu salah. Setelah masa remaja dapat terlewati kemudian beralih ke masa dewasa. Dan pada akhirnya manusia akan kembali lagi keasalnya, kembali kepada Tuhan.
Berbicara masalah masa remaja, ada tiga masalah yang cenderung muncul pada masa remaja dibandingkan pada masa kanak-kanak atau dewasa: konflik dengan orang tua, suasana hati yang berubah-ubah dan depresi, serta tingginya angka perilaku ceroboh, pelanggaran hukum, dan tindakan beresiko (Spear dalam Tavris dan Wade, 2000). Pelanggaran aturan yang dilakukan oleh para remaja karena mereka meniru gaya, tindakan, dan sikap dari teman sebaya. Teman sebaya memegang peranan paling penting karena mereka mewakili nilai dan gaya generasi yang termasuk dalam kelompok usia remaja tersebut, yakni generasi dimana remaja akan berbagi pengalaman sebagai orang dewasa nantinya (Bukowski, 2001; Harris, 1998; Hartup, 1999).




Pada awal pertumbuhannya, keluarga akan sangat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak. Bahasa yang didapatkan oleh anak pada saat masih kecil disebut dengan bahasa ibu. Bahasa ibu ini sangat berpengaruh dalam pemerolehan bahasa anak. Jika bahasa ibu yang didapatkan oleh anak kurang baik maka pada suatu saat nanti si anak akan meniru bahasa tersebut. Pengaruh keluarga akan bertahan sampai anak menginjak masa remaja. Saat anak sudah menginjak usia remaja inilah peran teman sebaya akan mengambil alih segalanya.
Seorang anak hidup di dua lingkungan yaitu dalam rumah dan luar rumah. Pada saat masa anak-anak, seperti diatas seorang anak hidup di rumah bersama keluarganya. Sedangkan saat usia remaja ini anak akan keluar dari lingkungan keluarga, hidup di luar rumah, ia mulai mengenal lingkungan social. Dalam lingkungan sosial itulah, anak bersosialisasi dengan teman sebayanya dan dengan sendirinya mereka akan membentuk kelompok teman sebaya atau anak sekarang menyebutnya dengan gang. Kelompok teman sebaya akan dibentuk berdasarkan kesamaan minat seperti olahraga, buku, mucik, seni, gaya berbusana.
Sama halnya dengan manusia, suatu kelompok teman sebaya pasti ada kelompok yang pergaulannya baik dan ada juga yang kurang baik. Hal ini tidak dapat dielakkan karena suatu kelompok beranggotakan manusia yang memiliki kedua sifat tersebut. Kebaikan dan ketidakbaikan suatu kelompok dapat dilihat dari bahasa yang digunakan dan juga bagaimana dia berperilaku. Jika dalam kelompok tersebut semua anggotanya nakal maka salah seorang anggota yang tidak nakal lama kelamaan juga nakal. Dan jika dalam kelompok tersebut baik, maka akan baik juga anggota yang lain.
Seorang anak yang terpengaruh terhadap lingkungan yang kurang baik maka pihak keluarga apalagi orang tua harus memberikan nasihat kepada anak agar tidak ikut terpengaruh. Jika anak diberikan perhatian terus menerus maka anak akan menuruti perintah orang tua. Sedangkan anak akan terus mengikuti




teman-temannya yang kurang baik jika orang tuanya sendiri tidak memperhatikannya. Orang tua dan keluarga tidak menasihati, menegur, bahkan menghukum maka anak akan sermakin terjerumus dan sikap anak tidak akan berubah. Dan agar usaha untuk membawa anaknya kembali ke jalan yang benar maka orang tua harus memberi contoh terlebih dahulu bagaimana harus bersikap dan berbahasa dengan baik.
Namun untuk mendapatkan hasil yang memuaskan akan perubahan perilaku dan bahasa anak tidaklah mudah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelompok teman sebaya, seperti yang telah diuraikan diatas. Seorang remaja lebih sering bersosialisasi denga teman sebayanya sehingga sangat sulit untuk memisahkannya. Atau paling tidak merubah sikap dan bahasa anak yang terlanjur dipengaruhi oleh teman sebayanya.

B.     Rumusan Masalah
Atas dasar pemikiran di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Apakah ada pengaruh antara kelompok teman sebaya terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak remaja?”.

C.    Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis adalah:
1.      Mengetahui pengaruh kelompok teman sebaya terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak remaja.
2.      Mengetahui pengaruh keluarga terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak remaja.
3.      Mengetahui pengaruh pemerolehan bahasa dan sikap anak remaja terhadap keluarga

D.    Manfaat Penelitian





Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1.      Orang tua
Orang tua diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara mendidik anak. Sebelumnya orang tua harus memberikan contoh yang baik kepada anak,  karena anak akan menirukan perilaku orang tua.
2.      Anak
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada anak bagaimanakah ia harus bersikap dan berbahasa. Selain itu juga anak dapat memilih teman bergaul bukan berarti memilih-milih teman. Teman yang baik akan ditiru sedangkan yang kurang baik tidak diikuti namun tidak berarti menjauhi teman sebayanya.












BAB II
LANDASAN TEORI

  1. Kelompok Teman Sebaya
1.      Pengertian kelompok teman sebaya
Menurut Sudarsono (1997), teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis, perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan terdiri dari satu jenis.
Kelompok teman sebaya merupakan  kelompok persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri. Teman sebaya sangat penting karena merupakan dasar primer dalam mewujudkan nilai-nilai dalam kontak social seperti dalam menjalin kerjasama, tanggungjawab, dan persaingan. Jadi kelompok teman sebaya merupakan media bagi anak untuk mewujudkan nlai-nilai social dalam melakukan kerjasama, tanggung jawab, dan kompetisi.
2.      Hakekat teman sebaya
Anak berkembang didalam dua dunia social:
a.       Dunia orang dewasa yaitu orang tuanya, guru-gurunya, dsb.
b.      Dunia teman sebaya yaitu sahabat-sahabatnya, kelompok bermain, perkumpulan-perkumpulan.
Kelompok pertemanan akan terbenuk berdasarkan kesamaan minat (olahraga, buku, music, seni, gaya berbusana), kesamaan etnis atau kesamaan status dan popularitas (Tavris dan Wade, 2007).


Mereka mempunyai kebiasaaan-kebiasaan seperti tradisi, perilaku bahkan bahasa sendiri. Mereka cenderung nyaman berada ditengah-tengan teman sebayanya daripada berada bersama-sama orang dewasa, misalnya saja bersama keluarga.
3.      Macam-macam kelompok teman sebaya
Menurut Hurlock (1999), macam-macam kelompok teman sebaya dalam remaja ada berbagai macam, yaitu:
a.       Teman dekat
Biasanya terdiri dari 2 atau 3 orang teman dekat.
b.      Teman kecil
Pada teman kecil ini, biasanya juga merupakan kelompok teman dekat.
c.       Kelompok besar
Terdiri dari beberapa kelompok kecil atau teman dekat. Jarak social antar anggota kelompok besar.
d.      Kelompok terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang-orang dewasa. Dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan social para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar.
e.       Kelompok gang
Anggotanya adalah anak-anak sejenis dan memiliki minat yang sama.
4.      Fungsi kelompok teman sebaya



Fungsi kelompok sebaya menurut Santosa (2004):
a.       Mengajarkan kebudayaan masyarakatnya akan belajar bekerja sama, kejujuran, tanggung jawab.
b.      Kelompok sebaya mengajarkan peranan-peranan social sesuai dengan jenis kelamin.
c.       Kelompok sebaya merupakan sumber infomasi.
d.      Mengajarkan mobilitas social.
e.       Menyediakan peranan-peranan social baru.
f.       Kelompok sebaya membantu anak bebas dari orang-orang dewasa.

  1. Bahasa
1.      Hakikat bahasa
Menurut Chaer (1994), bahasa merupakan satu system lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan mengidentifikasikan diri.
Bahasa adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sistemis. Bahasa itu bukan merupakan satu system tuggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem (subsistem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa merupakan sistem lambang yang berupa bunyi yang dilahirkan oleh alat ucap manusia. Sama dengan sistem lambang lain, sistem lambang bahasa bersifat arbitrer yang Artinya, antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki hubungan wajib dengan konsep yang dilambangkannya (Chaer, 1994).


2.      Asal-usul bahasa
Menurut Chaer (1994), teori tentang asal-usul bahasa dilontarkan oleh beberapa pakar, diantaranya:
a.      F. B. Condillac
Seorang filsuf bangsa Perancis,  berpendapat bahwa bahasa itu berasal dari dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang bersifat naluri yang dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Kemudian teriakan-teriakan itu berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna.
b.      Von Herder
Seorang ahli filsafat bangsa Jerman menolak teori Condillac. Herder  mengatakan bahwa bahasa itu tidak mungkin datang dari Tuhan karena bahasa itu sedemikian buruknya dan tidak sesuai dengan logika karena Tuhan Maha Sempurna. Bahasa terjadi dari proses onomatope yaitu peniruan bunyi alam.
c.       Von Schlegel
Seorang ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal-usul bahasa tergantung pada faktor-faktor yang mengatur tumbuhnya bahasa itu. Namun dari mana pun asalnya, akal manusialah yang membuatnya sempurna.
d.      Brooks
Menurut Brooks (1975), bahasa itu lahir pada waktu yang sama dengan kelahiran manusia. Bahasa pada mulanya berbentuk bunyi-bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai symbol bagi benda, hal, atau kejadian tetap disekitar yang dekat dengan bunyi-bunyi itu.


Brooks juga mengambil alih hipotesis nurani yang berasal dari R. Descartes (abad 17), yang diangkat kembali pada abad ke-20 oleh Noam Chomsky (1957, 1965, 1968). Hipotesis nurani ini menyatakan bahwa manusia ketika lahir telah dilengkapi dengan kemampuan “nurani” yang memungkinkan manusia itu mempunyai kemampuan berbahasa.
e.       Philip Lieberman (1975)
Menurut Lieberman bahasa lahir secara evolusi  sesuai dengan apa yang dirumuskan Darwin (1859) dengan teori evolusinya. Menurut Liberman telah berlaku dan dilalui juga oleh evolusi bahasa.
3.      Fungsi-fungsi bahasa
Fungsi bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 1995).
Fungsi bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan (Wardhaugh dalam Chaer, 1972).
Menurut Kinneavy (Michael dalam Chaer, 2003) fungsi ini sudah mencakup lima fungsi dasar, yaitu:
a.       Fungsi ekspresi, penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pernyataan senang, benci, kagum, marah, dan kecewa, dan  tingkah laku, gerak-gerik, dan mimik  juga berperan dalam penggunaan  bahasa apapun.
b.      Fungsi informasi, untuk menyampaikan pesan atau amanat kepada orang lain.
c.       Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa untuk menjalankan suatu hal, perkara, dan keadaan.



d.      Fungsi persuasi, penggunaan bahasa yang mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu secara baik-baik.
e.       Fungsi entertaimen, penggunaan bahasa dengan maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin.

  1. Pemerolehan Bahasa Kedua (PBK)
1.      Pengertian
Pemerolehan bahasa kedua adalah satu proses yang dipergunakan oleh pembelajar bahasa kedua untuk menyesuaikan rangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi, dengan ucapan-ucapan orang tua atau penutur awal sampai dia memilih berdasarkan suatu ukuran atau takaran penilaian bahasa yang paling baik serta yang sederhana dari bahasa tersebut (Kiparsky dalam Nurhadi, 1968).
Menurut (Bialystok dalam Nurhadi, 1978) dan (Stovick dalam Nurhadi, 1980) mengatakan bahwa pemerolehan bisa didapat dari pembelajaran dan sebaliknya. Perbedaan pemerolehan dan pembelajaran adalah pemerolehan untuk memproduksi wacana secara lisan maupun tertulis sedangkan pembelajaran hanya berfungsi untuk memperhalus produksi dengan memonitor, mengecek, dan memperbaikinya. Selanjutnya dikatakan bahwa pemerolehan adalah suatu proses dibawah sadar seperti pemerolehan bahasa pertama.






2.      Faktor yang berpengaruh dalam pemerolehan bahaha kedua
Faktor yang mempengaruhi seseorang dalam PBK adalah faktor-faktor diri pembelajar yang digolongkan dalam 2 faktor, (Ellis dalam Nurhadi, 1986):
a.       Faktor pribadi (personal faktor)
Misalnya keaktifan kelas, sikap terhadap guru dan materi pelajaran.
b.      Faktor umum (general faktor)
Misalnya umur, bakat atau intelegensi, kemampuan kognitif, sikap dan motivasi, dan kepribadian.
Menurut (Brown dalam Nurhadi, 1981) ada 2 gugus faktor yang berpengaruh terhadap PBK yaitu bakat dan sikap atau motivasi.
(Schumann dalam Nurhadi, 1980) mengatakan bahwa beberapa variable yang penting dalam PBK adalah metode mengajar, umur, bakat, variable afektif yaitu sikap, motivasi, dan empati.
3.      Hipotesis Pemerolehan Bahasa
Lima hipotesis tentang pemerolehan bahasa yang dinyatakan oleh (Klein dalam Nurhadi, 1986):
a.      Hipotesis kesamaan antara B1 ban B2
Hipotesis ini menyatakan bahwa ada persamaan antara belajar B1 dan




belajar B2. Kesamaan ini terletak pada sifat parallel pada urutan pemerolehan struktur, seperti: interogasi, negasi, dan morfem-morfem gramatikal. Hipoteisi ini menyatakan bahwa unsure-unsur bahasa diperoleh dengan urutan-urutan yang dapat diprediksi.
b.      Hipotesis kontrastif (Contrastive Hypotesis)
Hipotesis ini dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957). Dalam hipotesis ini menyatakan bahwa perbedaan B1 dengan B2 menyebabkan kesusahan, sedangkan persamaan menyebabkan kemudahan. Lebih lanjut dalam hipotesis ini dinyatakan bahwa seorang pembelajar bahasa seringkali melakukan transfer antara B1 dengan B2 dalam bentuk penggunaan struktur B1 untuk mengungkapkan gagasan dalam B2. Transfer dapat diamati pada tingkatan-tingkatan kebahasaan baik fonologi, sintaksis, dan leksikon.
c.       Hipotesis Krashen (Krashen’s Hypotesis)
Hipotesis Krashen lebih terkenal dengan Teori Monitor. Krashen mengajukan Sembilan hipotesis yang berkenaan dengan proses pemerolehan bahasa kedua:
1)      Hipotesis pemerolehan dan bahasa
Dalam proses penguasaan suatu bahasa ada perbedaan antara belajar (learning) dan pemerolehan (acquisition). Belajar adalah usaha sadar untuk seacra formal dan eksplisit menguasai bahasa yang dikuasai. Sedangkan pemerolehan merupakan penguasaan suatu bahasa melalui cara bawah sadar atau alamiah dan






terjadi tanpa kehendak yang terencana Proses ini tanpa belajar formal dan eksplisit.
2)      Hipotesis urutan alamiah
Dalam proses pemerolehan bahasa anak mendapatkan unsure-unsur bahasa menurut urutan tertentu yang dapat diramalkan. Unsure ini bersifat alamiah.
3)      Hipotesis monitor
Ada keterkaitan erat antara hipotesi pertama dengan hipotesis monitor. Pemerolehan akan menghasilkan pengetahuan implicit (intake), sedangkan belajar akan menghasilkan pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa. Hipotesi monitor menyatakan hubungan antara proses sadar dalam belajar bahasa dan proses dibawah sadar dalam memperoleh bahasa. Kaidah tata bahasa yang dikuasai hanya berfungsi sebagai monitor perfomansi berbahasa.
4)      Hipotesis masukan (input)
Hipotesis ini mengemukakan bahwa seseorang memperoleh bahasa melalui masukan (input) yang dapat dipahami, yaitu perhatian dipusatkan pada pesan atau isi, dan bukannya pada bentuk. Kegiatan mendengarkan untuk memahami isi wacana sangatlah penting dalam pemerolehan bahasa.
5)      Hipotesis sikap




Hipotesis ini memperhatikan aspek kepribadian dan motivasi dalam belajar bahasa, bahwa orang yang dengan kepribadian dan motivasi tertentu dapat memperoleh bahasa kedua dengan lebih baik dibandingkan orang dengan kepribadian dan sikap yang lain.
6)      Hipotesis pembawaan atau bakat
Dalam hipotesis ini menunjukkan bahwa sikap dan bakat mempunyai hubungan yang jelas dengan keberhasilan belajar bahasa kedua. Kranshen menyatakan bahwa sikap secara langsung berhubungan dengan pemerolehan bahasa kedua, sedangkan bakat berhubungan  dengan belajar.
7)      Hipotesis filter afektif
Menurut hipotesis ini sebuah folter yang afektif dapat mencegah masukan, sehingga seseorang tidak atau kurang berhasil dalam usahanya memperoleh bahasa kedua, kemudian disebut dengan mental block.
8)      Hipotesis bahasa pertama
Hipotesis ini menyatakan bahwa bahasa pertama anak dipakai sebagai alat untuk mengawali ucapan dalam bahasa kedua, sementara penguasaan bahasa kedua belum tampak.
9)      Hipotesis variasi individual penggunaan monitor
Hipotesis ini berkaitan erat dengan hipotesis monitor. Hipotesis variasi individual penggunaan monitor menyatakan bahwa cara seseorang memonitor penggunaan bahasa yang dipelajarinya ternyata bervariasi. Ada yang selalu




menggunakannya secara sistematis dan terus-menerus, ada yang kadang-kadang saja menggunakan monitor, dan bahkan ada juga yang sama sekali tidak menggunakan monitornya.
d.      Hipotesis bahasa antara (Interlanguage)
Interlanguage adalah model bahasa yang memiliki ciri bahasa pertama dan bahasa kedua. Bahasa ini bersifat khas dan mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan bahasa pertama dan bahasa kedua, merupakan perpindahan dari bahasa pertama ke bahasa kedua.
e.       Hipotesis Pijinisasi (Pidginization Hypothesis)
Bahasa pijin adalah suatu bahasa yang dipakai oleh sekelompok masyarakat dalam wilayah tertentu yang diantara dua bahasa. Bahasa pijin terbentuk ketika penutur bahasa sub ordinat, yaitu bahasa yang secara politis, social, dan cultural lebih rendah kedudukannya. Pijinisasi adalah proses terbentuknya bahasa itu.







BAB III
PEMBAHASAN

Masa remaja adalah dianggap masa paling indah. Pada masa inilah, mereka bebas melakukan segala sesuatu tanpa memikirkan ini benar atau salah. Mereka merasa bahwa mereka sudah dewasa. Hal ini juga yang dialami oleh seorang anak berusia 15 tahun yang bernama Marta Adi Setyono. Biasa dipanggil dengan nama Adi. Sekarang dia duduk di bangku kelas III MTs DIPONEGORO Mendiro, Kalongan Ungaran Timur.
Anak ini memiliki fisik yang sedang. Badannya tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu besar dan berkulit hitam. Jika dilihat secara sekilas, anak ini termasuk anak yang pendiam. Namun sebenarnya dia adalah anak yang nakal. Namun nakal yang dialami oleh anak ini hanyalah nakal yang wajar, selayaknya anak remaja pada umumnya. Tidak hanya nakal pada saat ditengah-tengah kelompok teman sebayanya, di rumah pun dia berani nakal.
Sikap dan penggunaan bahasa yang dialami oleh anak tidak semata-mata karena pengaruh keluarga namun pengaruh kelompok teman sebaya lebih mempengaruhinya. Memang keluarga, apalagi orang tua sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa pertama atau biasa disebut bahasa ibu. Namun semenjak anak sudah masuk usia remaja, ia mulai mengenal lingkungan sosial, mengenal teman sebayanya maka teman sebayanyalah yang akan diikuti. Dia lebih memilih membangkang kepada perintah orang tua daripada harus dijauhi oleh teman sebayanya. Perintah dan nasihat orang tua akan dibiarkan menguap begitu saja. Jadi, segala sesuatu yang dikatakan dan dilakukan oleh teman sebaya akan dia ikuti.


Sebagai contoh, anak usia 15 tahun bernama Adi. Sejak kecil ia diasuh oleh orang tuanya. Bahasa yang digunakan oleh  ayah ibunya sangat kasar, sebenarnya yang kasar itu ayahnya, sering kali kata-kata yang tidak pantas jika diucapkan oleh seorang ayah. Seorang wanita pun tidak pantas mengucapkannya. Jika Adi melakukan kesalahan maka kata-kata kasar akan keluar dari mulutnya. Misalnya saja jika Adi jatuh menabrak sesuatu maka entah ayah atau ibu yang melihat akan memarahinya, kata yang pasti terucap adalah kata “matamu” atau “matane”.
“Matane ki lho. Ember gedhene semono ditabrak. Matane neng dhengkul apa piye?”
Jika Adi menangis tak kunjung diam maka ia akan mendapatkan omelan dari ayahnya, dan tentunya kata “cangkeme” akan didengarnya.
“Wong kok mung gembar-gembor wae. Cangkeme isa meneng po ora?”
Jika Adi melakukan kesalahan yang lain, maka si ayah akan memarahinya. Tidak hanya dia, tetapi ibunya pun jadi korban.
“Kowe ki padha karo makmu, asu, bajingan…..”
“Wong kok mung micek wae”.
Masih banyak lagi kata-kata kasar yang didapatkan, sampai anak menginjak usia remaja.
Dengan didapatnya kata-kata kasar itu akan mempengaruhi sikap dan bahasa anak meskipun tidak berpengaruh secara signifikan. Setelah anak menginjak usia remaja, ia mulai mengenal lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang ia temukan bukanlah lingkungan sosial yang baik. Saat ia masuk MTs, sebenarnya lingkungan sekolahnya baik. Namun lingkungan kelompok teman sebaya di tetangganya yang tidak baik. Pada kelompok teman sebaya yang ia dapatkan, ia berteman dengan orang-orang yang lebih





tua. Usianya tua namun ia tidak bisa membimbing yang lebih muda. Sama halnya dengan ayah Adi padahal dia ayahnya, kelompok teman sebayanya juga kasar dan perbuatannya tidak baik. Mereka suka bermain kartu, taruhan, merokok, minum-minuman keras, dsb. Kata-kata kasar seperti, “asu”, “bajingan”, “cangkem”, “mata”, ”ndlogok”, “modar”, dsb merupakan kata-kata wajib yang harus diucapkan. Misalnya seperti kalimat-kalimat dibawah ini.
Untuk menyatakan kekesalan biasanya mengucapkan, “ Wah asu tenan, aku mau kena…..”
Jika ada teman yang mengatakan sesuatu yang jelek tentang dia, secara spontan ia berucap, “ Cangkemu kuwi” atau “Matamu kuwi”.
“Modara wae!” terucap saat teman mengalami musibah.
“Wah ndlogok….” Biasanya kalimat ini terucap karena ia kecewa.
“wah asu kowe ndes….” Biasanya kalimat terucap saat dia emosi.
Dari pergaulannya itu,orang tuanya pun hanya diam dan sedih. Orang tua Adi sudah pasrah tidak bisa mengaturnya karena apapun yang dikatakan oleh mereka tidak akan digubrisnya. Dan mereka malah sering saling menyalahkan melihat anaknya yang perilakunya seperti itu.
Saat dia sekolah dia pernah mencuri dan kumpulannya itu orang-orang yang bandel, sering merokok, membolos dan minum-minuman keras. Tidak hanya teman di sekolah yang bandel, kelompok teman sebayanya di rumah juga seperti. Kelompok ini




terdiri dari beberapa orang yaitu Ardi, tamziz,sigit dan Adi sendiri. Kelompok teman sebaya ini terbentuk atas dasar hobi mereka yang sama yaitu suka akan memodif motor, selera music, bermain band. Dari hobi yang sama mereka membentuk kelompok teman sebaya yang lebih dikenal dengan nama gang. Dari kelompok teman sebaya tersebut Adi malah menjadi anak yang membangkang, hal ini terjadi pada saat ia berusia 15 tahun.
Dari pergaulannya dengan kelompok teman sebayanya itu, dapat dilihat adanya perubahan sikap dan bahasa yang digunakan oleh anak. Si anak jadi sering pulang malam. Alasannya adalah karena dia nongkrong bersama teman-temannya. Kegiatan kumpul-kumpul bersama teman-temannya ia lakukan di perempatan jalan membahas sesuatu yang tidak berguna atau kalau tidak di suatu tempat yang sepi, jauh dari keramaian. Adi  bersama teman sebayanya yang satu gang, mereka memiliki tempat tongkrongan tersendiri yang sepi. Di tempat yang sepi seperti itu, mereka ngobrol-ngobrol, bermain hp entah sms an maupun mendengarkan mp3, ada yang merokok atau minum minuman keras. Ada juga beberapa anak yang hanya melihat. Pada saat siang hari, Adi saat senang bermain bermain PS mengucapkan dengan kata-kata yang rusak. Bahasa yang digunakan juga semakin rusak, semakin banyak kosakata kasar yang dia miliki. Ada beberapa kata yang biasa dia gunakan. Kata-kata seperti ini ia ucapkan pada saat ia jengkel atau marah kepada teman atau bahkan musuhnya. Misalnya saja kata “asu”, “bajingan”, “modar”, “ndlogok”, “matamu”, “ndhasmu”, “gajul”, “nggaglak”, “dugang”,glogok dll.
Kata gajul terucap saat Adi kesal terhadap teman, “Tag gajul lho ndes!”
“Nguntal wae”. jika ada teman yang makan terus-menerus.
Kata-kata diatas diucapkan dengan penekanan yang sangat mantap sehingga berkesan bahwa anak ini sedang marah-marah atau biasa disebut dengan “misuh”.  Sikapnya terhadap orang lain juga cenderung tidak menghargai, apalagi dengan anak




yang usianya lebih kecil. Dengan seenaknya dia menyuruh anak tersebut. Jika tidak mau maka akan dimarahi dan yang pasti kalimat kotor tadi akan keluar. Biasanya anak yang disuruh akan ditendang, kepalanya dijitak. Selain perubahan sikap terhadap orang lain, sikap terhadap orang tuanya pun berubah. Dia menjadi berani kepada orang tua. jika sedang berbicara dengan orang tuanya, tidak terlihat adanya sikap hormat, yang ada hanya sikap menyepelekan. Misalnya saja jika minta tolong kepada adiknya untuk mengambilkan sesuatu, jika adiknya tidak mau maka kata pertama yang keluar dari mulutnya adalah kata “budheg”.
“An, kae pulungna kumbahanku!”
Si adik tidak mendengarnya, secara spontan Adi mengucapkan seperti ini,
“An, kae lho!!! Budheg.”
Si adik yang dikatakan seperti itu hanya cemberut dan dengan terpaksa mengambil cucian Adi.
Hal ini berarti bahwa orang tua merasa hal yang dilakukan anak adalah hal yang wajar.  Pada saat si anak bercerita kepada orang tuanya, bahasa yang digunakan sangat tidak sopan. Tidak ada sepatah kata pun bahasa jawa krama yang keluar dari mulutnya, sangat terlihat bahwa si anak tidak menghormati orang tuanya.  Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata seperti diatas. Orang tuanya yang mendengar hanya diam saja, seolah-olah kata-kata tersebut adalah kata-kata yang wajar. Si orang tua tidak mengingatkan atau menegurnya, dia sendiri juga menggunakan kata-kata seperti itu.






BAB 1V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan pambahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kelompok teman sebaya sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak usia 15 tahun. Pada saat anak mengenal lingkungan dan keluar dari lingkungan keluarga maka pengaruh keluarga akan menurun, dan peran teman sebaya akan mengambil alih. Si anak akan lebih mengikuti permintaan teman sebaya karena dengan mengikuti teman sebaya ia akan merasa dianggap atau  si anak akan mendapatkan rasa hormat dari teman sebaya.
Kelompok teman sebaya yang ada di lingkungan kebanyakan merupakan kelompok gang. Mereka membentuk kelompok berdasarkan hobi, minat, kesukaan akan musik, gaya berpakaian, permainan yang sama. Jika kelompok teman sebaya yang ia ikuti itu merupakan kumpulan orang-orang yang nakal, maka ia akan ikut nakal. Sedangkan jika kelompok teman sebayanya adalah anak-anak yang baik, maka ia akan menjadi anak yang baik.
B.     Saran
Berdasarkan pembahasan tersebut maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:
1.      Orang tua




Diharapkan agar orang tua selalu mengontrol perkembangan anak. Orang tua harus memberikan contoh yang baik kepada anaknya. Orang tua sebaiknya bersikap sebagai teman, sehingga si anak mau bercerita tentang semuanya termasuk teman-teman dan pergaulannya. Meskipun anaknya laki-laki lebih baik juga diberi jam malam, apalagi jika anak masih remaja. Perlu dinasihati dan diberi masukan tentang bagaimana ia harus bersikap. Jika anak melakukan kesalahan harus ditegur agar anak tidak mengulangi kesalahan yang sama.
2.      Anak
Dengan hasil pembahasan diatas siswa diharapkan lebih bisa memilih kelompok teman sebaya. Maksudnya, kita boleh berteman dengan siapa saja namun harus dapat memilih manakah yang akan ditiru. Jika itu baik maka ditiru sedangkan jika pergaulan itu kurang baik lebih baik dihindari. Selain itu anak diharpkan agar menghormati orang yang lebih tua, misalnya saja kedua oang tua.











DAFTAR PUSTAKA

Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga.
Roekhan, Nurhadi. 1990. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua. Bandung: Sinar Baru Bandung.
Santosa, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Tavris, Carol dan Wade, Carole. 2007. Psikolinguistik Edisi Kesembilan Jilid 2. Jakarta: Erlangga.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar