PENGARUH
KELOMPOK TEMAN SEBAYA TERHADAP
PEMEROLEHAN BAHASA DAN PERILAKU
ANAK USIA 15 TAHUN
Disusun
guna untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah psikolinguistik
Dosen Pengampu : Ibu Prembayun Miji Lestari
Disusun
oleh :
Fatikhatul
Muniroh
2611412015
Sastra
, 2
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA JAWA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI SEMARANG
BAB
I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Manusia adalah makhluk yang mengalami perkembangan. Mulai dari dia
dilahirkan di dunia ini, kemudian melewati masa anak-anak . Setelah masa
anak-anak berakhir, menginjak masa remaja. Menurut Carole Wade dan Carol Tavris
(2007), masa remaja adalah tahapan perkembangan antara pubertas, usia dimana
seseorang memperoleh kemampuan untuk melakukan reproduksi seksual, dan masa
dewasa. Pada masa inilah, seorang manuisa yang dikatakan remaja sering membuat
masalah dan melakukan kesalahan-kesalahan. Pada tahap inilah, seseorang mencari
jati dirinya. Segala sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginannya akan
dihindari dan segala sesuatu yang ia senangi akan dia kerjakan walaupun itu
salah. Setelah masa remaja dapat terlewati kemudian beralih ke masa dewasa. Dan
pada akhirnya manusia akan kembali lagi keasalnya, kembali kepada Tuhan.
Berbicara masalah masa remaja, ada tiga masalah yang cenderung muncul
pada masa remaja dibandingkan pada masa kanak-kanak atau dewasa: konflik dengan
orang tua, suasana hati yang berubah-ubah dan depresi, serta tingginya angka
perilaku ceroboh, pelanggaran hukum, dan tindakan beresiko (Spear dalam Tavris
dan Wade, 2000). Pelanggaran aturan yang dilakukan oleh para remaja karena
mereka meniru gaya, tindakan, dan sikap dari teman sebaya. Teman sebaya
memegang peranan paling penting karena mereka mewakili nilai dan gaya generasi
yang termasuk dalam kelompok usia remaja tersebut, yakni generasi dimana remaja
akan berbagi pengalaman sebagai orang dewasa nantinya (Bukowski, 2001; Harris,
1998; Hartup, 1999).
Pada
awal pertumbuhannya, keluarga akan sangat mempengaruhi pemerolehan bahasa anak.
Bahasa yang didapatkan oleh anak pada saat masih kecil disebut dengan bahasa
ibu. Bahasa ibu ini sangat berpengaruh dalam pemerolehan bahasa anak. Jika
bahasa ibu yang didapatkan oleh anak kurang baik maka pada suatu saat nanti si
anak akan meniru bahasa tersebut. Pengaruh keluarga akan bertahan sampai anak
menginjak masa remaja. Saat anak sudah menginjak usia remaja inilah peran teman
sebaya akan mengambil alih segalanya.
Seorang
anak hidup di dua lingkungan yaitu dalam rumah dan luar rumah. Pada saat masa
anak-anak, seperti diatas seorang anak hidup di rumah bersama keluarganya.
Sedangkan saat usia remaja ini anak akan keluar dari lingkungan keluarga, hidup
di luar rumah, ia mulai mengenal lingkungan social. Dalam lingkungan sosial
itulah, anak bersosialisasi dengan teman sebayanya dan dengan sendirinya mereka
akan membentuk kelompok teman sebaya atau anak sekarang menyebutnya dengan
gang. Kelompok teman sebaya akan dibentuk berdasarkan kesamaan minat seperti olahraga,
buku, mucik, seni, gaya berbusana.
Sama
halnya dengan manusia, suatu kelompok teman sebaya pasti ada kelompok yang
pergaulannya baik dan ada juga yang kurang baik. Hal ini tidak dapat dielakkan
karena suatu kelompok beranggotakan manusia yang memiliki kedua sifat tersebut.
Kebaikan dan ketidakbaikan suatu kelompok dapat dilihat dari bahasa yang
digunakan dan juga bagaimana dia berperilaku. Jika dalam kelompok tersebut
semua anggotanya nakal maka salah seorang anggota yang tidak nakal lama kelamaan
juga nakal. Dan jika dalam kelompok tersebut baik, maka akan baik juga anggota
yang lain.
Seorang anak yang
terpengaruh terhadap lingkungan yang kurang baik maka pihak keluarga apalagi
orang tua harus memberikan nasihat kepada anak agar tidak ikut terpengaruh.
Jika anak diberikan perhatian terus menerus maka anak akan menuruti perintah
orang tua. Sedangkan anak akan terus mengikuti
teman-temannya yang kurang baik
jika orang tuanya sendiri tidak memperhatikannya. Orang tua dan keluarga tidak
menasihati, menegur, bahkan menghukum maka anak akan sermakin terjerumus dan
sikap anak tidak akan berubah. Dan agar usaha untuk membawa anaknya kembali ke
jalan yang benar maka orang tua harus memberi contoh terlebih dahulu bagaimana
harus bersikap dan berbahasa dengan baik.
Namun
untuk mendapatkan hasil yang memuaskan akan perubahan perilaku dan bahasa anak
tidaklah mudah. Hal ini disebabkan oleh pengaruh kelompok teman sebaya, seperti
yang telah diuraikan diatas. Seorang remaja lebih sering bersosialisasi denga teman
sebayanya sehingga sangat sulit untuk memisahkannya. Atau paling tidak merubah
sikap dan bahasa anak yang terlanjur dipengaruhi oleh teman sebayanya.
B.
Rumusan
Masalah
Atas
dasar pemikiran di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “ Apakah
ada pengaruh antara kelompok teman sebaya terhadap pemerolehan bahasa dan
perilaku anak remaja?”.
C.
Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
penelitian yang ingin dicapai penulis adalah:
1. Mengetahui
pengaruh kelompok teman sebaya terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak
remaja.
2. Mengetahui
pengaruh keluarga terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak remaja.
3. Mengetahui
pengaruh pemerolehan bahasa dan sikap anak remaja terhadap keluarga
D.
Manfaat
Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat bagi:
1. Orang tua
Orang
tua diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara mendidik anak. Sebelumnya orang
tua harus memberikan contoh yang baik kepada anak, karena anak akan menirukan perilaku orang
tua.
2. Anak
Hasil
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada anak bagaimanakah
ia harus bersikap dan berbahasa. Selain itu juga anak dapat memilih teman
bergaul bukan berarti memilih-milih teman. Teman yang baik akan ditiru
sedangkan yang kurang baik tidak diikuti namun tidak berarti menjauhi teman
sebayanya.
BAB
II
LANDASAN
TEORI
- Kelompok Teman Sebaya
1.
Pengertian kelompok teman sebaya
Menurut
Sudarsono (1997), teman sebaya berarti teman-teman yang sesuai dan sejenis,
perkumpulan atau kelompok pra puberteit yang mempunyai sifat-sifat tertentu dan
terdiri dari satu jenis.
Kelompok
teman sebaya merupakan kelompok
persahabatan yang mempunyai nilai-nilai dan pola hidup sendiri. Teman sebaya
sangat penting karena merupakan dasar primer dalam mewujudkan nilai-nilai dalam
kontak social seperti dalam menjalin kerjasama, tanggungjawab, dan persaingan.
Jadi kelompok teman sebaya merupakan media bagi anak untuk mewujudkan
nlai-nilai social dalam melakukan kerjasama, tanggung jawab, dan kompetisi.
2.
Hakekat teman sebaya
Anak berkembang didalam dua dunia social:
a. Dunia orang dewasa yaitu orang tuanya,
guru-gurunya, dsb.
b. Dunia teman sebaya yaitu sahabat-sahabatnya,
kelompok bermain, perkumpulan-perkumpulan.
Kelompok
pertemanan akan terbenuk berdasarkan kesamaan minat (olahraga, buku, music,
seni, gaya berbusana), kesamaan etnis atau kesamaan status dan popularitas
(Tavris dan Wade, 2007).
Mereka
mempunyai kebiasaaan-kebiasaan seperti tradisi, perilaku bahkan bahasa sendiri.
Mereka cenderung nyaman berada ditengah-tengan teman sebayanya daripada berada
bersama-sama orang dewasa, misalnya saja bersama keluarga.
3.
Macam-macam kelompok teman sebaya
Menurut
Hurlock (1999), macam-macam kelompok teman sebaya dalam remaja ada berbagai
macam, yaitu:
a. Teman dekat
Biasanya terdiri dari 2 atau 3 orang teman
dekat.
b. Teman kecil
Pada teman kecil ini, biasanya juga merupakan
kelompok teman dekat.
c. Kelompok besar
Terdiri dari beberapa kelompok kecil atau
teman dekat. Jarak social antar anggota kelompok besar.
d. Kelompok terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang-orang
dewasa. Dibentuk oleh sekolah dan organisasi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan social para remaja yang tidak mempunyai kelompok besar.
e. Kelompok gang
Anggotanya adalah anak-anak sejenis dan
memiliki minat yang sama.
4.
Fungsi kelompok teman sebaya
Fungsi kelompok sebaya menurut Santosa (2004):
a. Mengajarkan kebudayaan masyarakatnya akan
belajar bekerja sama, kejujuran, tanggung jawab.
b. Kelompok sebaya mengajarkan peranan-peranan
social sesuai dengan jenis kelamin.
c. Kelompok sebaya merupakan sumber infomasi.
d. Mengajarkan mobilitas social.
e. Menyediakan peranan-peranan social baru.
f. Kelompok sebaya membantu anak bebas dari
orang-orang dewasa.
- Bahasa
1.
Hakikat bahasa
Menurut
Chaer (1994), bahasa merupakan satu system lambang bunyi yang bersifat arbitrer
yang digunakan oleh sekelompok anggota masyarakat untuk berinteraksi dan
mengidentifikasikan diri.
Bahasa
adalah suatu sistem yang bersifat sistematis dan sistemis. Bahasa itu bukan
merupakan satu system tuggal melainkan dibangun oleh sejumlah subsistem
(subsistem fonologi, sintaksis, dan leksikon). Sistem bahasa merupakan sistem
lambang yang berupa bunyi yang dilahirkan oleh alat ucap manusia. Sama dengan
sistem lambang lain, sistem lambang bahasa bersifat arbitrer yang Artinya,
antara lambang yang berupa bunyi itu tidak memiliki hubungan wajib dengan
konsep yang dilambangkannya (Chaer, 1994).
2.
Asal-usul bahasa
Menurut Chaer (1994), teori tentang asal-usul
bahasa dilontarkan oleh beberapa pakar, diantaranya:
a.
F. B. Condillac
Seorang
filsuf bangsa Perancis, berpendapat
bahwa bahasa itu berasal dari dari teriakan-teriakan dan gerak-gerik badan yang
bersifat naluri yang dibangkitkan oleh perasaan atau emosi yang kuat. Kemudian
teriakan-teriakan itu berubah menjadi bunyi-bunyi yang bermakna.
b.
Von Herder
Seorang
ahli filsafat bangsa Jerman menolak teori Condillac. Herder mengatakan bahwa bahasa itu tidak mungkin
datang dari Tuhan karena bahasa itu sedemikian buruknya dan tidak sesuai dengan
logika karena Tuhan Maha Sempurna. Bahasa terjadi dari proses onomatope yaitu
peniruan bunyi alam.
c.
Von Schlegel
Seorang
ahli filsafat bangsa Jerman, berpendapat bahwa bahasa-bahasa yang ada di dunia
ini tidak mungkin bersumber dari satu bahasa. Asal-usul bahasa tergantung pada faktor-faktor
yang mengatur tumbuhnya bahasa itu. Namun dari mana pun asalnya, akal
manusialah yang membuatnya sempurna.
d.
Brooks
Menurut
Brooks (1975), bahasa itu lahir pada waktu yang sama dengan kelahiran manusia.
Bahasa pada mulanya berbentuk bunyi-bunyi tetap untuk menggantikan atau sebagai
symbol bagi benda, hal, atau kejadian tetap disekitar yang dekat dengan
bunyi-bunyi itu.
Brooks
juga mengambil alih hipotesis nurani yang berasal dari R. Descartes (abad 17),
yang diangkat kembali pada abad ke-20 oleh Noam Chomsky (1957, 1965, 1968).
Hipotesis nurani ini menyatakan bahwa manusia ketika lahir telah dilengkapi
dengan kemampuan “nurani” yang memungkinkan manusia itu mempunyai kemampuan
berbahasa.
e.
Philip Lieberman (1975)
Menurut
Lieberman bahasa lahir secara evolusi
sesuai dengan apa yang dirumuskan Darwin (1859) dengan teori evolusinya.
Menurut Liberman telah berlaku dan dilalui juga oleh evolusi bahasa.
3.
Fungsi-fungsi bahasa
Fungsi
bahasa adalah alat interaksi sosial, dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran,
gagasan, konsep, atau juga perasaan (Chaer, 1995).
Fungsi
bahasa adalah alat komunikasi manusia, baik lisan maupun tulisan (Wardhaugh
dalam Chaer, 1972).
Menurut
Kinneavy (Michael dalam Chaer, 2003) fungsi ini sudah mencakup lima fungsi
dasar, yaitu:
a.
Fungsi
ekspresi, penggunaan bahasa untuk mengungkapkan pernyataan senang, benci,
kagum, marah, dan kecewa, dan tingkah
laku, gerak-gerik, dan mimik juga
berperan dalam penggunaan bahasa apapun.
b. Fungsi informasi, untuk menyampaikan pesan
atau amanat kepada orang lain.
c. Fungsi eksplorasi adalah penggunaan bahasa
untuk menjalankan suatu hal, perkara, dan keadaan.
d. Fungsi persuasi, penggunaan bahasa yang
mempengaruhi atau mengajak orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu secara baik-baik.
e. Fungsi entertaimen, penggunaan bahasa dengan
maksud menghibur, menyenangkan, atau memuaskan perasaan batin.
- Pemerolehan Bahasa Kedua (PBK)
1.
Pengertian
Pemerolehan
bahasa kedua adalah satu proses yang dipergunakan oleh pembelajar bahasa kedua
untuk menyesuaikan rangkaian hipotesis yang makin bertambah rumit ataupun
teori-teori yang masih terpendam atau tersembunyi yang mungkin sekali terjadi,
dengan ucapan-ucapan orang tua atau penutur awal sampai dia memilih berdasarkan
suatu ukuran atau takaran penilaian bahasa yang paling baik serta yang
sederhana dari bahasa tersebut (Kiparsky dalam Nurhadi, 1968).
Menurut
(Bialystok dalam Nurhadi, 1978) dan (Stovick dalam Nurhadi, 1980) mengatakan
bahwa pemerolehan bisa didapat dari pembelajaran dan sebaliknya. Perbedaan
pemerolehan dan pembelajaran adalah pemerolehan untuk memproduksi wacana secara
lisan maupun tertulis sedangkan pembelajaran hanya berfungsi untuk memperhalus
produksi dengan memonitor, mengecek, dan memperbaikinya. Selanjutnya dikatakan
bahwa pemerolehan adalah suatu proses dibawah sadar seperti pemerolehan bahasa
pertama.
2.
Faktor yang berpengaruh dalam pemerolehan
bahaha kedua
Faktor
yang mempengaruhi seseorang dalam PBK adalah faktor-faktor diri pembelajar yang
digolongkan dalam 2 faktor, (Ellis dalam Nurhadi, 1986):
a. Faktor pribadi (personal faktor)
Misalnya keaktifan kelas, sikap terhadap guru
dan materi pelajaran.
b. Faktor umum (general faktor)
Misalnya umur, bakat atau intelegensi,
kemampuan kognitif, sikap dan motivasi, dan kepribadian.
Menurut (Brown
dalam Nurhadi, 1981) ada 2 gugus faktor yang berpengaruh terhadap PBK yaitu
bakat dan sikap atau motivasi.
(Schumann
dalam Nurhadi, 1980) mengatakan bahwa beberapa variable yang penting dalam PBK
adalah metode mengajar, umur, bakat, variable afektif yaitu sikap, motivasi,
dan empati.
3.
Hipotesis Pemerolehan Bahasa
Lima hipotesis tentang pemerolehan bahasa yang
dinyatakan oleh (Klein dalam Nurhadi, 1986):
a.
Hipotesis kesamaan antara B1 ban B2
Hipotesis
ini menyatakan bahwa ada persamaan antara belajar B1 dan
belajar B2. Kesamaan ini terletak pada sifat
parallel pada urutan pemerolehan struktur, seperti: interogasi, negasi, dan
morfem-morfem gramatikal. Hipoteisi ini menyatakan bahwa unsure-unsur bahasa
diperoleh dengan urutan-urutan yang dapat diprediksi.
b.
Hipotesis kontrastif (Contrastive Hypotesis)
Hipotesis
ini dikembangkan oleh Charles Fries (1945) dan Robert Lado (1957). Dalam
hipotesis ini menyatakan bahwa perbedaan B1 dengan B2 menyebabkan kesusahan,
sedangkan persamaan menyebabkan kemudahan. Lebih lanjut dalam hipotesis ini
dinyatakan bahwa seorang pembelajar bahasa seringkali melakukan transfer antara
B1 dengan B2 dalam bentuk penggunaan struktur B1 untuk mengungkapkan gagasan
dalam B2. Transfer dapat diamati pada tingkatan-tingkatan kebahasaan baik
fonologi, sintaksis, dan leksikon.
c.
Hipotesis Krashen (Krashen’s Hypotesis)
Hipotesis
Krashen lebih terkenal dengan Teori Monitor. Krashen mengajukan Sembilan
hipotesis yang berkenaan dengan proses pemerolehan bahasa kedua:
1) Hipotesis pemerolehan dan bahasa
Dalam
proses penguasaan suatu bahasa ada perbedaan antara belajar (learning) dan
pemerolehan (acquisition). Belajar adalah usaha sadar untuk seacra formal dan
eksplisit menguasai bahasa yang dikuasai. Sedangkan pemerolehan merupakan penguasaan suatu
bahasa melalui cara bawah sadar atau alamiah dan
terjadi tanpa kehendak yang terencana Proses
ini tanpa belajar formal dan eksplisit.
2) Hipotesis urutan alamiah
Dalam
proses pemerolehan bahasa anak mendapatkan unsure-unsur bahasa menurut urutan tertentu
yang dapat diramalkan. Unsure ini bersifat alamiah.
3) Hipotesis monitor
Ada
keterkaitan erat antara hipotesi pertama dengan hipotesis monitor. Pemerolehan
akan menghasilkan pengetahuan implicit (intake), sedangkan belajar akan
menghasilkan pengetahuan eksplisit tentang aturan-aturan tata bahasa. Hipotesi
monitor menyatakan hubungan antara proses sadar dalam belajar bahasa dan proses
dibawah sadar dalam memperoleh bahasa. Kaidah tata bahasa yang dikuasai hanya
berfungsi sebagai monitor perfomansi berbahasa.
4) Hipotesis masukan (input)
Hipotesis
ini mengemukakan bahwa seseorang memperoleh bahasa melalui masukan (input) yang
dapat dipahami, yaitu perhatian dipusatkan pada pesan atau isi, dan bukannya
pada bentuk. Kegiatan mendengarkan untuk memahami isi wacana sangatlah penting
dalam pemerolehan bahasa.
5) Hipotesis sikap
Hipotesis
ini memperhatikan aspek kepribadian dan motivasi dalam belajar bahasa, bahwa
orang yang dengan kepribadian dan motivasi tertentu dapat memperoleh bahasa
kedua dengan lebih baik dibandingkan orang dengan kepribadian dan sikap yang
lain.
6) Hipotesis pembawaan atau bakat
Dalam
hipotesis ini menunjukkan bahwa sikap dan bakat mempunyai hubungan yang jelas
dengan keberhasilan belajar bahasa kedua. Kranshen menyatakan bahwa sikap
secara langsung berhubungan dengan pemerolehan bahasa kedua, sedangkan bakat
berhubungan dengan belajar.
7) Hipotesis filter afektif
Menurut
hipotesis ini sebuah folter yang afektif dapat mencegah masukan, sehingga
seseorang tidak atau kurang berhasil dalam usahanya memperoleh bahasa kedua,
kemudian disebut dengan mental block.
8) Hipotesis bahasa pertama
Hipotesis
ini menyatakan bahwa bahasa pertama anak dipakai sebagai alat untuk mengawali
ucapan dalam bahasa kedua, sementara penguasaan bahasa kedua belum tampak.
9) Hipotesis variasi individual penggunaan
monitor
Hipotesis
ini berkaitan erat dengan hipotesis monitor. Hipotesis variasi individual
penggunaan monitor menyatakan bahwa cara seseorang memonitor penggunaan bahasa
yang dipelajarinya ternyata bervariasi. Ada yang selalu
menggunakannya
secara sistematis dan terus-menerus, ada yang kadang-kadang saja menggunakan
monitor, dan bahkan ada juga yang sama sekali tidak menggunakan monitornya.
d.
Hipotesis bahasa antara (Interlanguage)
Interlanguage
adalah model bahasa yang memiliki ciri bahasa pertama dan bahasa kedua. Bahasa
ini bersifat khas dan mempunyai karakteristik tersendiri yang berbeda dengan
bahasa pertama dan bahasa kedua, merupakan perpindahan dari bahasa pertama ke
bahasa kedua.
e.
Hipotesis Pijinisasi (Pidginization
Hypothesis)
Bahasa
pijin adalah suatu bahasa yang dipakai oleh sekelompok masyarakat dalam wilayah
tertentu yang diantara dua bahasa. Bahasa pijin terbentuk ketika penutur bahasa
sub ordinat, yaitu bahasa yang secara politis, social, dan cultural lebih
rendah kedudukannya. Pijinisasi adalah proses terbentuknya bahasa itu.
BAB
III
PEMBAHASAN
Masa remaja adalah
dianggap masa paling indah. Pada masa inilah, mereka bebas melakukan segala
sesuatu tanpa memikirkan ini benar atau salah. Mereka merasa bahwa mereka sudah
dewasa. Hal ini juga yang dialami oleh seorang anak berusia 15 tahun yang
bernama Marta Adi Setyono. Biasa dipanggil dengan nama Adi. Sekarang dia duduk
di bangku kelas III MTs DIPONEGORO Mendiro, Kalongan Ungaran Timur.
Anak ini memiliki
fisik yang sedang. Badannya tidak terlalu tinggi juga tidak terlalu besar dan
berkulit hitam. Jika dilihat secara sekilas, anak ini termasuk anak yang
pendiam. Namun sebenarnya dia adalah anak yang nakal. Namun nakal yang dialami
oleh anak ini hanyalah nakal yang wajar, selayaknya anak remaja pada umumnya.
Tidak hanya nakal pada saat ditengah-tengah kelompok teman sebayanya, di rumah
pun dia berani nakal.
Sikap dan penggunaan
bahasa yang dialami oleh anak tidak semata-mata karena pengaruh keluarga namun
pengaruh kelompok teman sebaya lebih mempengaruhinya. Memang keluarga, apalagi
orang tua sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa pertama atau biasa
disebut bahasa ibu. Namun semenjak anak sudah masuk usia remaja, ia mulai
mengenal lingkungan sosial, mengenal teman sebayanya maka teman sebayanyalah
yang akan diikuti. Dia lebih memilih membangkang kepada perintah orang tua
daripada harus dijauhi oleh teman sebayanya. Perintah dan nasihat orang tua
akan dibiarkan menguap begitu saja. Jadi, segala sesuatu yang dikatakan dan
dilakukan oleh teman sebaya akan dia ikuti.
Sebagai contoh, anak
usia 15 tahun bernama Adi. Sejak kecil ia diasuh oleh orang tuanya. Bahasa yang
digunakan oleh ayah ibunya sangat kasar,
sebenarnya yang kasar itu ayahnya, sering kali kata-kata yang tidak pantas jika
diucapkan oleh seorang ayah. Seorang wanita pun tidak pantas mengucapkannya.
Jika Adi melakukan kesalahan maka kata-kata kasar akan keluar dari mulutnya. Misalnya
saja jika Adi jatuh menabrak sesuatu maka entah ayah atau ibu yang melihat akan
memarahinya, kata yang pasti terucap adalah kata “matamu” atau “matane”.
“Matane ki lho. Ember gedhene semono ditabrak. Matane neng dhengkul
apa piye?”
Jika Adi menangis
tak kunjung diam maka ia akan mendapatkan omelan dari ayahnya, dan tentunya
kata “cangkeme” akan didengarnya.
“Wong
kok mung gembar-gembor wae. Cangkeme isa meneng po ora?”
Jika Adi melakukan
kesalahan yang lain, maka si ayah akan memarahinya. Tidak hanya dia, tetapi
ibunya pun jadi korban.
“Kowe
ki padha karo makmu, asu, bajingan…..”
“Wong
kok mung micek wae”.
Masih banyak lagi kata-kata kasar yang
didapatkan, sampai anak menginjak usia remaja.
Dengan didapatnya
kata-kata kasar itu akan mempengaruhi sikap dan bahasa anak meskipun tidak
berpengaruh secara signifikan. Setelah anak menginjak usia remaja, ia mulai
mengenal lingkungan sosial. Lingkungan sosial yang ia temukan bukanlah
lingkungan sosial yang baik. Saat ia masuk MTs, sebenarnya lingkungan
sekolahnya baik. Namun lingkungan kelompok teman sebaya di tetangganya yang
tidak baik. Pada kelompok teman sebaya yang ia dapatkan, ia berteman dengan
orang-orang yang lebih
tua. Usianya tua namun ia tidak bisa
membimbing yang lebih muda. Sama halnya dengan ayah Adi padahal dia ayahnya,
kelompok teman sebayanya juga kasar dan perbuatannya tidak baik. Mereka suka
bermain kartu, taruhan, merokok, minum-minuman keras, dsb. Kata-kata kasar
seperti, “asu”, “bajingan”, “cangkem”,
“mata”, ”ndlogok”, “modar”, dsb merupakan kata-kata wajib yang harus
diucapkan. Misalnya seperti kalimat-kalimat dibawah ini.
Untuk menyatakan
kekesalan biasanya mengucapkan, “ Wah asu
tenan, aku mau kena…..”
Jika ada teman yang
mengatakan sesuatu yang jelek tentang dia, secara spontan ia berucap, “ Cangkemu kuwi” atau “Matamu kuwi”.
“Modara wae!”
terucap saat teman mengalami musibah.
“Wah ndlogok….”
Biasanya kalimat ini terucap karena ia kecewa.
“wah asu kowe ndes….” Biasanya kalimat terucap saat dia emosi.
Dari pergaulannya
itu,orang tuanya pun hanya diam dan sedih. Orang tua Adi sudah pasrah tidak
bisa mengaturnya karena apapun yang dikatakan oleh mereka tidak akan
digubrisnya. Dan mereka malah sering saling menyalahkan melihat anaknya yang
perilakunya seperti itu.
Saat dia sekolah dia
pernah mencuri dan kumpulannya itu orang-orang yang bandel, sering merokok,
membolos dan minum-minuman keras. Tidak hanya teman di sekolah yang bandel,
kelompok teman sebayanya di rumah juga seperti. Kelompok ini
terdiri dari beberapa orang yaitu Ardi,
tamziz,sigit dan Adi sendiri. Kelompok teman sebaya ini terbentuk atas dasar
hobi mereka yang sama yaitu suka akan memodif motor, selera music, bermain
band. Dari hobi yang sama mereka membentuk kelompok teman sebaya yang lebih
dikenal dengan nama gang. Dari kelompok teman sebaya tersebut Adi malah menjadi
anak yang membangkang, hal ini terjadi pada saat ia berusia 15 tahun.
Dari pergaulannya
dengan kelompok teman sebayanya itu, dapat dilihat adanya perubahan sikap dan
bahasa yang digunakan oleh anak. Si anak jadi sering pulang malam. Alasannya
adalah karena dia nongkrong bersama teman-temannya. Kegiatan kumpul-kumpul
bersama teman-temannya ia lakukan di perempatan jalan membahas sesuatu yang
tidak berguna atau kalau tidak di suatu tempat yang sepi, jauh dari keramaian.
Adi bersama teman sebayanya yang satu
gang, mereka memiliki tempat tongkrongan tersendiri yang sepi. Di tempat yang
sepi seperti itu, mereka ngobrol-ngobrol, bermain hp entah sms an maupun
mendengarkan mp3, ada yang merokok atau minum minuman keras. Ada juga beberapa
anak yang hanya melihat. Pada saat siang hari, Adi saat senang bermain bermain
PS mengucapkan dengan kata-kata yang rusak. Bahasa yang digunakan juga semakin
rusak, semakin banyak kosakata kasar yang dia miliki. Ada beberapa kata yang
biasa dia gunakan. Kata-kata seperti ini ia ucapkan pada saat ia jengkel atau
marah kepada teman atau bahkan musuhnya. Misalnya saja kata “asu”, “bajingan”, “modar”, “ndlogok”,
“matamu”, “ndhasmu”, “gajul”, “nggaglak”, “dugang”,glogok dll.
Kata gajul terucap
saat Adi kesal terhadap teman, “Tag gajul
lho ndes!”
“Nguntal
wae”. jika ada teman yang
makan terus-menerus.
Kata-kata diatas
diucapkan dengan penekanan yang sangat mantap sehingga berkesan bahwa anak ini
sedang marah-marah atau biasa disebut dengan “misuh”. Sikapnya terhadap
orang lain juga cenderung tidak menghargai, apalagi dengan anak
yang usianya lebih kecil. Dengan seenaknya dia
menyuruh anak tersebut. Jika tidak mau maka akan dimarahi dan yang pasti kalimat
kotor tadi akan keluar. Biasanya anak yang disuruh akan ditendang, kepalanya
dijitak. Selain perubahan sikap terhadap orang lain, sikap terhadap orang
tuanya pun berubah. Dia menjadi berani kepada orang tua. jika sedang berbicara
dengan orang tuanya, tidak terlihat adanya sikap hormat, yang ada hanya sikap
menyepelekan. Misalnya saja jika minta tolong kepada adiknya untuk mengambilkan
sesuatu, jika adiknya tidak mau maka kata pertama yang keluar dari mulutnya
adalah kata “budheg”.
“An, kae pulungna kumbahanku!”
Si adik tidak
mendengarnya, secara spontan Adi mengucapkan seperti ini,
“An,
kae lho!!! Budheg.”
Si adik yang
dikatakan seperti itu hanya cemberut dan dengan terpaksa mengambil cucian Adi.
Hal ini berarti
bahwa orang tua merasa hal yang dilakukan anak adalah hal yang wajar. Pada saat si anak bercerita kepada orang
tuanya, bahasa yang digunakan sangat tidak sopan. Tidak ada sepatah kata pun
bahasa jawa krama yang keluar dari mulutnya, sangat terlihat bahwa si anak
tidak menghormati orang tuanya. Kata-kata
yang digunakan adalah kata-kata seperti diatas. Orang tuanya yang mendengar
hanya diam saja, seolah-olah kata-kata tersebut adalah kata-kata yang wajar. Si
orang tua tidak mengingatkan atau menegurnya, dia sendiri juga menggunakan
kata-kata seperti itu.
BAB 1V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pambahasan yang telah diuraikan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa kelompok
teman sebaya sangat berpengaruh terhadap pemerolehan bahasa dan perilaku anak
usia 15 tahun. Pada saat anak mengenal lingkungan dan keluar dari lingkungan
keluarga maka pengaruh keluarga akan menurun, dan peran teman sebaya akan
mengambil alih. Si anak akan lebih mengikuti permintaan teman sebaya karena
dengan mengikuti teman sebaya ia akan merasa dianggap atau si anak akan mendapatkan rasa hormat dari
teman sebaya.
Kelompok
teman sebaya yang ada di lingkungan kebanyakan merupakan kelompok gang. Mereka
membentuk kelompok berdasarkan hobi, minat, kesukaan akan musik, gaya
berpakaian, permainan yang sama. Jika kelompok teman sebaya yang ia ikuti itu
merupakan kumpulan orang-orang yang nakal, maka ia akan ikut nakal. Sedangkan
jika kelompok teman sebayanya adalah anak-anak yang baik, maka ia akan menjadi
anak yang baik.
B.
Saran
Berdasarkan
pembahasan tersebut maka penulis mengajukan saran sebagai berikut:
1. Orang tua
Diharapkan agar orang tua selalu mengontrol
perkembangan anak. Orang tua harus memberikan contoh yang baik kepada anaknya.
Orang tua sebaiknya bersikap sebagai teman, sehingga si anak mau bercerita
tentang semuanya termasuk teman-teman dan pergaulannya. Meskipun anaknya
laki-laki lebih baik juga diberi jam malam, apalagi jika anak masih remaja.
Perlu dinasihati dan diberi masukan tentang bagaimana ia harus bersikap. Jika
anak melakukan kesalahan harus ditegur agar anak tidak mengulangi kesalahan
yang sama.
2. Anak
Dengan hasil pembahasan diatas siswa diharapkan
lebih bisa memilih kelompok teman sebaya. Maksudnya, kita boleh berteman dengan
siapa saja namun harus dapat memilih manakah yang akan ditiru. Jika itu baik
maka ditiru sedangkan jika pergaulan itu kurang baik lebih baik dihindari.
Selain itu anak diharpkan agar menghormati orang yang lebih tua, misalnya saja
kedua oang tua.
DAFTAR
PUSTAKA
Chaer, Abdul. 2009. Psikolinguistik Kajian Teoritik. Jakarta: Rineka Cipta.
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan. Jakarta:
Erlangga.
Roekhan, Nurhadi. 1990. Dimensi-Dimensi dalam Belajar Bahasa Kedua. Bandung: Sinar Baru
Bandung.
Santosa, Slamet. 2004. Dinamika Kelompok. Jakarta: Bumi Aksara.
Sudarsono. 1997. Kamus Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.
Tavris, Carol dan Wade, Carole. 2007. Psikolinguistik Edisi Kesembilan Jilid 2.
Jakarta: Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar